Langsung ke konten utama

penentuan awal bulan islam

PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH DI INDONESIA


      Pendahuluan
Penentuan awal bulan merupakan hal yang sangat urgen dalam kehidupan manusia umumnya. Bagi umat islam penentuan awal bulan khususnya yang berhubungan dengan ibadah dapat dikatakan wajib, karena dengan penentuan awal bulanlah diketahui 1 ramadhan untuk berpuasa, 1 syawal untuk berhari raya dan 1 zulhijjah untuk hari raya Qurban dan lain sebagainya. Allah berfiman mengenai puasa :
bulan ramadhan yang saat itu al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan serta yang akan memisahkan yang benar dari yang bathil. Barang siapa menyaksikan/mengetahui bulan (ramadhan) ini maka berpuasalah
Diindonesia sering kaliterjadi perbedaan menetapkan awal bulan sehingga sebagian masyarakat bingung dengan perbedaan tersebut. Sebenarnya yang jadi persoalan dalam hal ini adalah, apa tanda atau kriteria yang menunjukan bahwa bulan itu adalah bulan baru sehingga orang mengetahuinya. Dan bagaiman cara mengetahui tanda atau kriteria itu tiba. Tanda atau kriteria inilah yang akan menjelaskan kapan bulan itu tiba atau, kalau diperluas, kapan bulan qamariyah itu berganti dari bulan lama ke bulan baru.

      Konsep bulan baru Qamariyah
Berdasarkan pada fiman Allah Swt, surat Yasin Ayat 39 ;
Dan telah kami tetapan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga kembalilah dia sebagai bentuk tandan tua yang kering  
Dapat diketahui bahwa dimulainya bulan baru menurut petunjuk ayat itu adalah apabila bulan telah kembali kepada bentuknya ynag paling kecil. Bentuk yang paling kecil itu di capai di sekitar saat ijtima’ antara matahari dan bulan. Pada saat ijtima’. Posisi bulan berada diantara matahari dan bumi, meskipun tidak kali ijtima’ posisi bulan, matahari dan bumi betul-betul satu garis, karena bidang edar bulan dan bidang edar bumi mengelilingi matahari membentuk sudut inklinasi sekiatr 05,09 maka suatu ketika bulan dan matahari dapat membuat jarak sekita 05,09. Jika bulan, matahari dan bumi benar-benar satu garis, maka terjadilah gerhana matahari. Dalam keadaan jarak bulan dengan matahari mencapai 05’ 09 masih ada bagian permukaan bulan yang terkena sinar matahari yang menghadap kebumi. Dapat disimpulkan bahwa awal bulan qamariyah ditandai oleh situasi, ketika bulan berkedudukan diantara bumi dan matahari, matahari ditutupi sebagian oleh piringan bulan, tapi masih ada sebagian tepi piringan bulan yang sudah ‘’terlepas’’ dari tepi piringan matahari, sehingga apabila dilihat dari bumi, kelihatan gambaran sabit yang amat tipis. Gambaran sabit tipis itulah kiranya yang dimaksud dengan ‘’urjun alqadim’’ seluruh permukannya yang terkena matahari menghadapke matahari dan membelakangi bumi, sehingga tidak ada bagian bulan yang dapat dilihat dari bumi. Bulan tidak mempunyai bentuk sama sekali saat serupa ini dinamakan ‘’ijtima’’ (conjungtion). Dengan demikian untuk menetukan awal bulan perlu dilakukan antara lain : pertama, untuk menghisab jatuhnya tanggal satu bulan baru qamariyah yang harus dilakukan adalah menempatkan matahari pada posisi terbenam, lalu ditentukan posisi bulan, apakah sudah berkedudukan diatas ufuk atau masih dibawahnya. Apabila sudah berkedudukan diatas ufuk, bearti sudah berada diseblah timur garis ufuk dan sekaligus sisebelah timur matahari. Dalam keadaan demikian bulan baru qamariyah sudah ada/ hilal sudah wujuds. Kedua, dalam hisab awal bulan qamariyah yang harus dilakukan bukanlah menentukan tinggi bulan diatas ufuk, mar’i, akan tetapi yang penting adalah meyakini apakah pada pertukaran siang kepada malam bulan sudah berkedudukan disebelah timur matahari ataukah belum, hal ini untuk memenuhi syarat ‘’syahida’’ dalam firman Allah swt. ‘’ barangsiapa menyaksikan/mengetahui bulan (ramadahan) itu maka berpuasalah’’.

       Mengenali Hisab Ru’yat
Rukyat adalah melihat dan mengamati hilal secara langsung dilapangan pada hari ke-29 (malam ke 30) dari bulan yang sedang berjalan; apabila ketika itu hilal dapat terlihat, maka pada malam itu dimulai tanggal 1 bulan baru atas dasar rukyatulhailal; tetapi apabila tidak berhasil melihat hilal, maka malam itu tanggal 30 bulan yang sedang berjalan dan kemudian malam berikutnya dimulai tanggal 1 bulan baru atas dasar istikmal.
Rukyat yang dikehendaki adalah rukyat yang berkualitas didasarkan atas ;
1.      Pemahaman terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Abu Daud dari seorang sahabat Rasullalah SAW., Ribi;in Hirasy, yang didalamnya terdapat ungkapan ; بِاللهِ لأَهلَّ الْهِلاَلُ   (Demi Allah, bahwa sesungguhnya hilal telah tampak). Kata sumpah dan kata tampak dalam hadist itu mengisyaratkan, bahwa rukyatul hilal itu benar-benar terjadi dan meyakinkan, sehingga Rosulullah SAW. Menerima laporan itu. Hal ini dapat dipahami, bahwa Roulullah menerima laporan itu karena rukyat yang berkualitas.
2.      Pemahaman terhadap qaul imam ibnu hajar al- Haitami dalam kitab tuhfatul muhtaj jilid III halam 382, yang artinya; ‘’yang dituju daripadanya ialah bahwa hisab itu apabila para ahlinya sepakat bahwa dalil-dalilnya qath’i dan orang-orang yang memberitahukan hisab itu tersebut mencapai jumlah mutawatir, maka persaksian rkyat itu ditolak, jika demikian maka tidak ditolak.’’

Hisab adalah sebagai pendukung rukyat. Bukan sebagai dasar penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan ramadhan, syawal, dan Dzulhijjah karena ia sebagai ilmu yang dihasilkan oleh rukyat.
Ilmu hisab atau ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang membahas posisi dan lintasan benda-benda langit, tentang matahari, bulan, da bumi dari segi perhitungan ruang dan waktu. Ilmu hisab sebagai ilmu yang termasuk ilmu pengetahuan alam, maka berlaku ketentuan-ketentuan ilmu itu; artinya dapat berkembang terus menerus seiring perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Pengamatan terhadap benda-benda langit terus menerus dilakukan oleh para ahlinya, sehingga berkembang pula ilmu hisab yang semakin tinggi tingkat akurasinya.dari hal-hal yang dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan sbb ;
1.      Penentuan awal bulan qamariyah khususnya awal bulan ramadhan, syawal, dan dzulhijjah perspektif saya didasarkan atas dasar rukyat, sedangkan hisab sebagai pendukung.
2.      Dalam memahami dan mengamalkan nash-nash al-Qur’an dan sunnah menggunkan asas ta’abudiy dan dilengkapi dengan asas ta’aqquliy.
3.      Sebagai konsekuensi dari penggunan asas ta’abudiyini, maka menurut saya sistem penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan ramadahan, syawal, dan dhulhijjah didasrkan pada otentitas nash, yakni dengan cara rukyat dan istikamal sesuai dengan sunnah nabi serta tuntutan para sahabat dan hasil ijtihad para ulama mazhab empat (hanafi, maliki, syafi’i dan hambali)
4.      Rukyat memiliki nilai keimanan, ibadah dan pengembangan ilmu.
5.      Pandangan saya yang didasarkan pada prinsip rukyat nasional didukung hisab dengan menerima kriteria imkanur rukyat dan mengakui hak istibath pemerintah diharkan menjadi bahan perenungan menuju kesatuan dalam mengawali shiya, hari raya idul fitri, dan idul adha.

      Penutup
Persoalan hisab dan ru’yat akan selalu menjadi pembahasan penting karena berhubungan penting dengan persolaan ibadah. Oleh karena itu pendalaman tentang hsab dan ru’yat ini harus terus ditingkatkan dari waktu-ke waktu. Disamping ini harus selalu disadarkan kepada masyarakat bahwa persoalan hisab ru’yat merupakan persoalan khilafiyah yang harus disikapi dengan bijak supaya tidak terjadi perselisihan dikalangan masyarakat. Muda-mudahan artikel ini bisa meberikan wawasan sekaligus penyegaran dalam masalah hisab dan ru’yat sehingga hisab ru’yat tidak selalu diperdebatkan akan tetapi dipahami dan didalami sehingga metode apapun yang digunakan bisa mendatangkan kepuasan dalam beramal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian khafi, mujmal, musykil dan mutasabih

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar belakang Al-qur’an diturunkan dalam keadaan berbahasa arab sementara makna yang dikehendaki Allah sangat samar, namun demikian keberadaan rosullullah menjelaskan ayat-ayat Al-qur’an yang tidak jelas kemudian disebut hadist, selanjutnya pada penjelasannya juga tidak jelas maksudnya. Oleh karena itu ushulliyah merumuskan konstruk kaidah-kaidah untuk dijadikan sarana memahami kedua hukum islam tersebut. Dalam al-quran dan hadis banyak sekali ketentuan hukum yang tidak jelas lalu oleh para ulama di kategorikan pada empat macam, khafi, mujmal, musykil dan mutasyabih. Ketidakjelasan lafadz (al-fadz ghairu al-wadlih) adalah suatu lafal yang tidak jelas maknanya pada sebagian indikasi yang dapat memperjelas maknanya, memang demikian karena lafadz tersebut bentuknya memang tidak jelas dan jenis lafadz seperti ini hanya tuhan yang mengetahuinya, sementara lafadz-lafadz yang lain tidak menjelaskan kandungan maknanya. Ada juga ketidak jelasan lafadz (al-f

Makalah Hadis Ahkam Jinayah Percobaan Pembunuhan

BAB I PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Segala puji hanya milik Allah Swt. Yang telah melimpahkan karunia dan inayah-nya kepada pemakalah. Hanya semata karena siraman kasih sayang dan pertolongan-nya, pemakalah dapat menyelesaikan tugas terstruktur mata kuliah Hadis Ahkam Jinayah. Makalah ini terdiri dari pembahasan mengenai hukum-hukum islam tentang percobaan dalam pembunuhan, yang masuk dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah hadis ahkam jinayah, jurusan Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah & Hukum Uin Walisongo Semarang. Makalah ini disusun dengan mengunakan bahasa yang mudah dan sederhana, agar dapat dipahami secara gamplang oleh para mahasiswa. Penulisan makalah ini mengacu pada hukum islam terutama tentang jarimah, baik itu jarimah selesai maupun jarimah yang tidak sempurna. Melalui kata pengantar ini, pemakalah menucapkan terima kasih kepada teman saya satu perjuangan, Rendy Setiawan atas bantuannya memberikan mas